Makalah Akulturasi dan Perkembangan Budaya Islam
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Islam
merupakan salah satu agama yang masuk dan berkembang di Indonesia. Hal ini
tentu bukanlah sesuatu yang asing bagi Anda, karena di mass media mungkin Anda
sudah sering mendengar atau membaca bahwa Indonesia adalah negara yang memiliki
penganut agama Islam terbesar di dunia
Agama Islam masuk ke Indonesia
dimulai dari daerah pesisir pantai, kemudian diteruskan ke daerah pedalaman
oleh para ulama atau penyebar ajaran Islam. Mengenai kapan Islam masuk ke
Indonesia dan siapa pembawanya terdapat beberapa teori yang mendukungnya. Untuk
lebih jelasnya silahkan Anda simak uraian materi berikut ini. Proses Masuk dan
Berkembangnya Agama dan Kebudayaan Islam di Indonesia
Proses masuk dan berkembangnya agama
Islam di Indonesia menurut Ahmad Mansur Suryanegara dalam bukunya yang berjudul
Menemukan Sejarah, terdapat 3 teori yaitu teori
Gujarat, teori Makkah dan teori Persia.
Ketiga
teori tersebut di atas memberikan jawaban tentang permasalah waktu masuknya
Islam ke Indonesia, asal negara dan tentang pelaku penyebar atau pembawa agama
Islam ke Nusantara. Untuk mengetahui lebih jauh dari teori-teori tersebut
B. Tujuan penulisan
Adapun
tujuan penulisan dari makalah ini adalah untuk mengetahui Akulturasi dan
Perkebangan Budaya Islam
BAB II
PEMBAHASAN
Wujud Akulturasi Kebudayaan
Indonesia dan Kebudayaan Islam
Sebelum
Islam masuk dan berkembang, Indonesia sudah memiliki corak kebudayaan yang
dipengaruhi oleh agama Hindu dan Budha seperti yang pernah Anda pelajari pada modul
sebelumnya. Dengan masuknya Islam, Indonesia kembali mengalami proses
akulturasi (proses bercampurnya dua (lebih) kebudayaan karena percampuran
bangsa-bangsa dan saling mempengaruhi), yang melahirkan kebudayaan baru yaitu
kebudayaan Islam Indonesia. Masuknya Islam tersebut tidak berarti kebudayaan
Hindu dan Budha hilang. Bentuk budaya sebagai hasil dari proses akulturasi
tersebut, tidak hanya bersifat kebendaan/material tetapi juga menyangkut
perilaku masyarakat Indonesia.
1. Seni Bangunan
Wujud akulturasi
dalam seni bangunan dapat terlihat pada bangunan masjid, makam, istana. Wujud
akulturasi dari masjid kuno memiliki ciri sebagai berikut:
a.
Atapnya
berbentuk tumpang yaitu atap yang bersusun semakin ke atas semakin kecil dari
tingkatan paling atas berbentuk limas. Jumlah atapnya ganjil 1, 3 atau 5. Dan
biasanya ditambah dengan kemuncak untuk memberi tekanan akan keruncingannya
yang disebut dengan Mustaka.
b.
Tidak
dilengkapi dengan menara, seperti lazimnya bangunan masjid yang ada di luar
Indonesia atau yang ada sekarang, tetapi dilengkapi dengan kentongan atau bedug
untuk menyerukan adzan atau panggilan sholat. Bedug dan kentongan merupakan
budaya asli Indonesia.
c.
Letak
masjid biasanya dekat dengan istana yaitu sebelah barat alun-alun atau bahkan
didirikan di tempat-tempat keramat yaitu di atas bukit atau dekat dengan makam.
Mengenai
contoh masjid kuno dapat memperhatikan Masjid Agung Demak, Masjid Gunung Jati
(Cirebon), Masjid Kudus dan sebagainya. Selain bangunan masjid sebagai wujud
akulturasi kebudyaan Islam, juga terlihat pada bangunan makam. Ciri-ciri dari
wujud akulturasi pada bangunan makam terlihat dari:
a.
makam-makam
kuno dibangun di atas bukit atau tempat-tempat yang keramat.
b.
makamnya
terbuat dari bangunan batu yang disebut dengan Jirat atau Kijing,nisannya juga
terbuat dari batu.
c.
di
atas jirat biasanya didirikan rumah tersendiri yang disebut dengan cungkup atau
kubba.
d.
dilengkapi
dengan tembok atau gapura yang menghubungkan antara makam dengan makam atau
kelompok-kelompok makam. Bentuk gapura tersebut ada yang berbentuk kori agung
(beratap dan berpintu) dan ada yang berbentuk candi bentar (tidak beratap dan
tidak berpintu).
e.
Di
dekat makam biasanya dibangun masjid, maka disebut masjid makam dan biasanya
makam tersebut adalah makam para wali atau raja. Contohnya masjid makam Sendang
Duwur di Tuban.
Bangunan
istana arsitektur yang dibangun pada awal perkembangan Islam, juga
memperlihatkan adanya unsur akulturasi dari segi arsitektur ataupun ragam hias,
maupun dari seni patungnya contohnya istana Kasultanan Yogyakarta dilengkapi
dengan patung penjaga Dwarapala (Hindu).
2. Seni Rupa
Tradisi
Islam tidak menggambarkan bentuk manusia atau hewan. Seni ukir relief yang
menghias Masjid, makam Islam berupa suluran tumbuh-tumbuhan namun terjadi pula
Sinkretisme (hasil perpaduan dua aliran seni logam), agar didapat keserasian,
ditengah ragam hias suluran terdapat bentuk kera yang distilir.
Ukiran ataupun hiasan, selain ditemukan di masjid juga
ditemukan pada gapura-gapura atau pada pintu dan tiang. Untuk hiasan pada
gapura.
3. Aksara dan Seni Sastra
Tersebarnya
agama Islam ke Indonesia maka berpengaruh terhadap bidang aksara atau tulisan,
yaitu masyarakat mulai mengenal tulisan Arab, bahkan berkembang tulisan Arab
Melayu atau biasanya dikenal dengan istilah Arab gundul yaitu tulisan Arab yang
dipakai untuk menuliskan bahasa Melayu tetapi tidak menggunakan tandatanda a,
i, u seperti lazimnya tulisan Arab. Di samping itu juga, huruf Arab berkembang
menjadi seni kaligrafi yang banyak digunakan sebagai motif hiasan ataupun
ukiran.
Sedangkan
dalam seni sastra yang berkembang pada awal periode Islam adalah seni sastra
yang berasal dari perpaduan sastra pengaruh Hindu – Budha dan sastra Islam yang
banyak mendapat pengaruh Persia. Dengan demikian wujud akulturasi dalam seni
sastra tersebut terlihat dari tulisan/ aksara yang dipergunakan yaitu
menggunakan huruf Arab Melayu (Arab Gundul) dan isi ceritanya juga ada yang
mengambil hasil sastra yang berkembang pada jaman Hindu.
Bentuk seni sastra yang berkembang adalah:
a.
Hikayat
yaitu cerita atau dongeng yang berpangkal dari peristiwa atau tokoh sejarah.
Hikayat ditulis dalam bentuk peristiwa atau tokoh sejarah. Hikayat ditulis
dalam bentuk gancaran (karangan bebas atau prosa). Contoh hikayat yang terkenal
yaitu Hikayat 1001 Malam, Hikayat Amir Hamzah, Hikayat Pandawa Lima (Hindu),
Hikayat Sri Rama (Hindu).
b.
Babad
adalah kisah rekaan pujangga keraton sering dianggap sebagai peristiwa sejarah
contohnya Babad Tanah Jawi (Jawa Kuno), Babad Cirebon.
c.
Suluk
adalah kitab yang membentangkan soal-soal tasawwuf contohnya Suluk Sukarsa,
Suluk Wijil, Suluk Malang Sumirang dan sebagainya.
d.
Primbon
adalah hasil sastra yang sangat dekat dengan Suluk karena berbentuk kitab yang
berisi ramalan-ramalan, keajaiban dan penentuan hari baik/buruk.
Bentuk seni sastra tersebut di atas, banyak berkembang di
Melayu dan Pulau Jawa.
4. Sistem Pemerintahan
Dalam
pemerintahan, sebelum Islam masuk Indonesia, sudah berkembang pemerintahan yang
bercorak Hindu ataupun Budha, tetapi setelah Islam masuk, maka kerajaan-kerajaan
yang bercorak Hindu/Budha mengalami keruntuhannya dan digantikan peranannya
oleh kerajaan-kerajaan yang bercorak Islam seperti Samudra Pasai, Demak, Malaka
dan sebagainya.
Sistem
pemerintahan yang bercorak Islam, rajanya bergelar Sultan atau Sunan seperti
halnya para wali dan apabila rajanya meninggal tidak lagi dimakamkan
dicandi/dicandikan tetapi dimakamkan secara Islam.
.
5. Sistem Kalender
Sebelum
budaya Islam masuk ke Indonesia, masyarakat Indonesia sudah mengenal Kalender
Saka (kalender Hindu) yang dimulai tahun 78M. Dalam kalender Saka ini ditemukan
nama-nama pasaran hari seperti legi, pahing, pon, wage dan kliwon. Apakah
sebelumnya Anda pernah mengetahui/mengenal hari-hari pasaran? Setelah
berkembangnya Islam Sultan Agung dari Mataram menciptakan kalender Jawa, dengan
menggunakan perhitungan peredaran bulan (komariah) seperti tahun Hijriah
(Islam).
Pada
kalender Jawa, Sultan Agung melakukan perubahan pada nama-nama bulan seperti
Muharram diganti dengan Syuro, Ramadhan diganti dengan Pasa. Sedangkan
nama-nama hari tetap menggunakan hari-hari sesuai dengan bahasa Arab. Dan
bahkan hari pasaran pada kalender saka juga dipergunakan.
Kalender
Sultan Agung tersebut dimulai tanggal 1 Syuro 1555 Jawa, atau tepatnya 1
Muharram 1053 H yang bertepatan tanggal 8 Agustus 1633 M.
Demikianlah
uraian materi tentang wujud akulturasi kebudayaan Indonesia dan kebudayaan
Islam, sebenarnya masih banyak contoh wujud akulturasi yang lain, untuk itu
silahkan diskusikan dengan teman-teman Anda, mencari wujud akulturasi dari
berbagai pelaksanaan peringatan hari-hari besar Islam atau upacara-upacara yang
berhubungan dengan keagamaan.
Sejarah masuknya Islam di Nusantara
menimbulkan banyak tafsiran dari para ahli sejarah dengan argumentasinya yang
mempertanyakan kapan, dimana dan bagaiaman proses masuknya Islam di Indonseia.
Wacana ini sudah diungkapkan melalui berbagai seminar yang dilakukan para ahli
sejarah baik Barat maupun Timur. Barat cenderung mengatakan masuknya Islam di
Nusantara abad ke-13 M, yang antara lain dipelopori oleh Snouck Hugronye, J.P.
Moquete, R.A. Kern Pijnappel. Sementara para ahli Sejarah Timur lebih
memusatkan perhatian pada baad ke-7 M dipelopori oleh Prof. Hamka, T. W.
Arnold, Syed Naguib Al Atta yang berpendapat bahwa sebelum abd ke-7 M sudah
terjalin hubunngan perdagangan dan pelayaran bangsa Arab, India dan Cina di
Indonesia (Nusantara), melalui Pantai Timur Sumatera. Untuk lebih jelasnya
dapat dilihat pada beberapa teori yang diungkapakan para ahli sejarah tentang
deskripsi masuknya Islam di Nusantara yaitu sebagai berikut :
1.
Teori Gujarat (India)
Teori ini berpendapat bahwa agama
Islam masuk ke Indonseia pada abad ke-13 dan pembawanya berasal dari Gujarat
(Cambay), India. Dasar teori ini adalah: Pertama,
kurangnya fakta yamg menjelasakan peranan bangsa Aab dalam penyebaran di
Indonesia. Kedua, karena adanya
hubungan dagang Indonesia dengan India telah lama melalui jalur
Indonesia-Cambay-Timur Tengah-Eropa. Ketiga,
adanya batu nisan Sultan Samudera Pasai yaitu Malik Al Saleh tahun 1297 yang
bercorak khas Gujarat (Azra, 2002, hlm 22).
2.
Teori Arab (Mekkah)
Teori ini merupakan teori yang baru
muncul sebagai sanggahan terhadap teori lama yaitu Gujarat. Teori Makkah
berpendapat Islam masuk ke Indonesia pada abad ke-7 dan pembawanya berasal dari
Arab (Mesir). Dasar teori ini adalah : Pertama,
pada abad ke-7 yaitu tahun 674 di panatai Barat Sumatera sudah terdapat
perkampungan Islam (Arab), dengan pertimbangan bahwa pedagang Arab sudah
mendirikan perkampungan di Kanton sejak abad ke-4. Hal ini juga sesuai dengan
berita Cina. Kedua, Kerajaan Samudera
Pasai menganut aliran mazhab Syafi’i, dimana pengaruh mazhab Syafi’I terbesar
pada waktu itu adalah Mesir dan Mekkah. Sedangkan Gujarat atau India adalah
penganut mazhab Hanafi. Ketiga,
Raja-raja Samudera Pasai menggunakan gelar Al-Malik, yaitu gelar tersebut
bersala dari Mesir.
3.
Teori Cina
Teori ini
menyatakan bahwa Islam datang bukan dari Timur Tengah, Arab maupun Gujarat
ataupun India tetapi dari daratan Cina, dimana pada abad ke-9 M banyak orang
Muslim Cina di Kanton dan wilayah Cina Selatan yang mengungsi ke Jawa, sebagian
ke Kedah dan Sumatera karena “pada masa pemrintahan Huan Chou terjadi
penumpasan terhadap penduduk Kanton dan wilayah Cina Selatan yang mayoritas
pendudknya beragama Islam” (Alqurtuby, 2003, hlm. 215).
Memang
tidak dapat dipungkiri penagruh Cina sangat kental dalam arsitektur pada Masjid
kuno di Demak, Banten. Selain itu perlu diketahui juga “pada abad ke-8 M s/d 11
M sudah ada pemukiman Arab Muslim di wilayah Cina dan di Campa yang memnag sudah mengadakan
hubungan perdagangan dengan Indonesia” (Yusuf, 2006, hlm.42).
4. Teori Persia
Dalam teori ini lebih menekankan
pada Islam masuk ke Indonsia abad ke-13 dan pembawanya berasal dari Persia
(Iran). Dasar teori ini adalah kesamaan budaya Persia dengan budaya masyarakat
Islam Indonesia. Yang diungkapakan oleh Hosein Djajadininggrat (1963, hlm. 102)
menyatakan bahwa :
“Islam
masuk ke Indonesia pada abad ke-13 M di Sumatera yang berpusat di Samudera
Pasai, pembawanya bersal dari Persia (Iran) dengan argumentasinya adanya
persamaan budaya yang berkembang dikalangan masyarakat Indonesia dengan budayua
yang ada di Persia seperti adanya peringatan 10 Muhram atau Asyura yang
merupakan tradisi yang berkembang dalam masyarakat Syiah untuk memperingati
hari kematian Hasan dan Husein cucu Nabi Muhammad. Di Sumatera Barat peringatan
tersebut disebut dengan upacara Tabuik/Tabut. Sedangkan di pulau Jawa ditandai
dengan pembuatan bubur Syuro. Kemudian adanya persamaan antara ajaran
al-Hallaj, tokoh sufi Iran Syeikh Siti Jenar”.
Menyimak
uraian di atas, dapatlah dipahami bagaimana masing-masing para sejarawan
menyimpulkan dengan teori-teori yang dikemukakannya lebih banyak merefleksikan
argumentasinya pada masalah masuknya Islam di Indonesia sebagai akibat dari
adanya hubungan antara para pedagang Arab, India, Cina, Persia, yang didukung
oleh letak geografis Indonesia yang sangat strategis sebagai jalur pelayaran
dan perdagangan antar pedagang anatar pedagang tersebut, yang lebih terfokuskan
pada wilayah ujung Barat dan Timur Sumatera karena daerah ini sebagai kota
bandar yang harus disinggahi lebih dahulu sebelum selat Malaka menuju kawasan
Asia Timur terutama daratan Cina.
Tentu
keempat teori tersebut masing-masing memliki kebenaran dan kelemahannya. Dengan
berbagai deskripsi yang dipaparkan maka Islam masuk ke Indonesia dengan jalan
damai pada abad ke-7 dan mengalami perkembangannya pada abad ke-13 sebagai
kekuatan politik. Yang memegang peranan dalam penyebarannya adalah para
pedagang bangsa Arab, Persia dan Gujarat (India) dan para pedagang Cina yang sudah
memeluk ajaarn Islam.
BAB
III
PENUTUP
Kesimpulan
Berkembangnya
kebudayaan islam di Kepulauan Indonesia telah menambah khasanah budaya nasional
Indonesia, serta ikut memberikan dan menentukan corak kebudayaan bangsa
Indonesia. Akan tetapi karena kebudyaan yang berkembang di Indonesia sudah
begitu kuat di lingkungan masyarakat maka berkembangnya kebudayaan Islam tidak
menggantikan atau memusnahkan kebudayaan yang sudah ada. Dengan demikian,
terjadi akulturasi antara kebudayaan Islam dengan kebudayaan yang sudah ada.
Hasil proses akulturasi antara kebudayaan sebelum Islam dengan ketika Islam
masuk tidak hanya berbentuk fisik kebendaan seperti seni bangunan, seni ukir,
dan karya sastra tetapi juga menyangkut pola hidup dan kebudayaan non fisik
lainnya.
Akulturasi
Islam juga menunjukkan betapa besar sikap toleransi bangsa Indonesia terhadap
kebudayaan dan agama yang masuk ke Indonesia. Walaupun bangsa Indonesia
bersikap terbuka, mereka tetap memegang teguh kebudayaan asli Indonesia, Untuk
itu, dalam dunia globalisasi seperti sekarang ini seharusnya bangsa Indonesia
bias selektif dalam menerima kebudayaan asing agar bangsa Indonesia tetap
memiliki kepribadian positif yang sudah ada sejak dulu dan dimiliki bangsa
Indonesia.
DAFTAR PUSTAKA
Sejarah Indonesia kelas x kurikulum 2013/Kementrian
Pendidikan dan Kebudayaan-Jakarta
http://variansaramadhan.wordpress.com/2012/07/22/proses-islamisasi-di-indonesia/
http://indonesianto07.wordpress.com/2008/11/09/perkembangan-dan-akulturasi-islam-di-indonesia/
0 komentar:
Post a Comment